Nasional sudah dilewati siswa SMA. Selanjutnya, kamu bisa melanjutkan ke bangku perguruan tinggi. Tentunya, tahun pertama kuliah akan menjadi masa penuh kecemasan. Kamu bertanya pada diri sendiri, apakah bisa mengikuti kegiatan kuliah? Apakah saya dapat bergaul dengan teman baru? Apakah kuliah akan menyenangkan?
Kekhawatiran ini wajar dan terjadi di berbagai negara, termasuk Amerika Serikat (AS). Sebuah survei yang diadakan oleh University of California, Los Angeles, menunjukkan fakta menarik. Survei atas 200 ribu mahasiswa tahun pertama itu menunjukkan, mereka semakin kuwalahan. Tingkat kesehatan emosi para mahasiswa baru ini berada pada tingkat terendah selama 25 tahun terakhir.
Pihak administrator universitas dan profesor nasional menyatakan, anak muda masa kini kebanyakan dibesarkan hanya fokus agar diterima di perguruan tinggi. Kini, mereka membutuhkan bantuan agar berkembang di kampus dan selanjutnya. Demikian seperti dikutip dari situs The Chronicles, Kamis (21/4/2011).
Seorang profesor dari universitas di Amerika Serikat membagikan pengalamannya dalam mengatasi kekhawatiran untuk mahasiswa baru. Ini bisa menjadi tips untuk kamu yang akan kuliah. Profesor ilmu psikologi sosial perubahan perilaku bernama Christine B. Whelan, mulai melihat tren ini beberapa tahun lalu. Itu terjadi saat Whelan menjadi profesor di University of Iowa, kemudian di University of Pittsburgh. Saat itu, ada mahasiswanya yang mengeluh karena merasa dilatih untuk unggul dalam tes tertentu dan orangtua kadang terlalu mendorong mereka untuk belajar.
Selain itu, mahasiswa itu juga merasa tidak mengerti mengapa tawaran pekerjaan tidak datang, mengapa hubungan sosial tidak berjalan baik, dan mengapa semuanya jauh lebih sulit daripada yang diharapkan? Whelan pun menyebutnya sebagai kelompok “Generasi WTF” karena mereka cenderung seru, kasar, dan frustrasi.
Masalahnya adalah, banyak kaum muda yang tidak diajarkan dasar keterampilan hidup dan cara untuk menanggulangi masa sulit. Konsekuensi bagi siswa yang kurang keterampilan ini akan berdampak di kampus dan setelah mereka lulus.
Orang tua dan guru SMA tentunya memiliki peranan untuk membentuk siswanya. Tapi perguruan tinggi juga tidak bisa melepaskan peran mereka sebagai kekuatan untuk bersosialisasi, dan membimbing kaum muda dalam manajemen diri. Karena Whelan pengajar kuliah sosiologi, dia pun memanfaatkan ini. Whelan meminta mahasiswanya membuat tujuan mereka dan cara untuk mencapai tujuan itu.
Mahasiswa tahun pertama kelas sosiologi, Dennis menulis dalam makalahnya. Dia menyatakan, “Saya biasa menemukan motivasi pada orang lain, tidak pernah dalam diri sendiri. Saya selalu harus berteriak dan didorong agar bisa melakukan sesuatu.”
Setelah membuat daftar tujuan dan cara mendapatkannya, Dennis memutuskan untuk melakukan pekerjaan paruh waktu yang lebih bermakna. “Ketika saya menetapkan tujuan untuk menciptakan sebuah tim di tempat kerja, agar semua orang bisa terlibat dan berbagi pendapat, saya seperti menjadi pemimpin. Saya semakin termotivasi untuk melakukan pekerjaan yang baik,” jelasnya.
Menurut Whelan, cara untuk memerangi penurunan kesehatan emosional pada mahasiswa tahun pertama adalah dengan membangun keberhasilan diri. Misalnya, memberi mahasiswa lembar kerja bagaimana mereka menghabiskan waktu, dan uang merupakan latihan yang memberdayakan mereka.
Stres dapat dihilangkan ketika mahasiswa melihat berapa banyak waktu yang mereka buang untuk surfing di internet dan menonton TV, dan berapa banyak uang yang mereka dapat bila menghemat dengan membeli sedikit camilan. Saran Whelan tampaknya revolusioner untuk mahasiswa, namun Whelan yakin dia telah mengajarkan pengendalian diri, kejujuran, hemat, dan ketekunan. Inilah hal yang membuat mahasiwa dewasa untuk melanjutkan hidup.
Kekhawatiran ini wajar dan terjadi di berbagai negara, termasuk Amerika Serikat (AS). Sebuah survei yang diadakan oleh University of California, Los Angeles, menunjukkan fakta menarik. Survei atas 200 ribu mahasiswa tahun pertama itu menunjukkan, mereka semakin kuwalahan. Tingkat kesehatan emosi para mahasiswa baru ini berada pada tingkat terendah selama 25 tahun terakhir.
Pihak administrator universitas dan profesor nasional menyatakan, anak muda masa kini kebanyakan dibesarkan hanya fokus agar diterima di perguruan tinggi. Kini, mereka membutuhkan bantuan agar berkembang di kampus dan selanjutnya. Demikian seperti dikutip dari situs The Chronicles, Kamis (21/4/2011).
Seorang profesor dari universitas di Amerika Serikat membagikan pengalamannya dalam mengatasi kekhawatiran untuk mahasiswa baru. Ini bisa menjadi tips untuk kamu yang akan kuliah. Profesor ilmu psikologi sosial perubahan perilaku bernama Christine B. Whelan, mulai melihat tren ini beberapa tahun lalu. Itu terjadi saat Whelan menjadi profesor di University of Iowa, kemudian di University of Pittsburgh. Saat itu, ada mahasiswanya yang mengeluh karena merasa dilatih untuk unggul dalam tes tertentu dan orangtua kadang terlalu mendorong mereka untuk belajar.
Selain itu, mahasiswa itu juga merasa tidak mengerti mengapa tawaran pekerjaan tidak datang, mengapa hubungan sosial tidak berjalan baik, dan mengapa semuanya jauh lebih sulit daripada yang diharapkan? Whelan pun menyebutnya sebagai kelompok “Generasi WTF” karena mereka cenderung seru, kasar, dan frustrasi.
Masalahnya adalah, banyak kaum muda yang tidak diajarkan dasar keterampilan hidup dan cara untuk menanggulangi masa sulit. Konsekuensi bagi siswa yang kurang keterampilan ini akan berdampak di kampus dan setelah mereka lulus.
Orang tua dan guru SMA tentunya memiliki peranan untuk membentuk siswanya. Tapi perguruan tinggi juga tidak bisa melepaskan peran mereka sebagai kekuatan untuk bersosialisasi, dan membimbing kaum muda dalam manajemen diri. Karena Whelan pengajar kuliah sosiologi, dia pun memanfaatkan ini. Whelan meminta mahasiswanya membuat tujuan mereka dan cara untuk mencapai tujuan itu.
Mahasiswa tahun pertama kelas sosiologi, Dennis menulis dalam makalahnya. Dia menyatakan, “Saya biasa menemukan motivasi pada orang lain, tidak pernah dalam diri sendiri. Saya selalu harus berteriak dan didorong agar bisa melakukan sesuatu.”
Setelah membuat daftar tujuan dan cara mendapatkannya, Dennis memutuskan untuk melakukan pekerjaan paruh waktu yang lebih bermakna. “Ketika saya menetapkan tujuan untuk menciptakan sebuah tim di tempat kerja, agar semua orang bisa terlibat dan berbagi pendapat, saya seperti menjadi pemimpin. Saya semakin termotivasi untuk melakukan pekerjaan yang baik,” jelasnya.
Menurut Whelan, cara untuk memerangi penurunan kesehatan emosional pada mahasiswa tahun pertama adalah dengan membangun keberhasilan diri. Misalnya, memberi mahasiswa lembar kerja bagaimana mereka menghabiskan waktu, dan uang merupakan latihan yang memberdayakan mereka.
Stres dapat dihilangkan ketika mahasiswa melihat berapa banyak waktu yang mereka buang untuk surfing di internet dan menonton TV, dan berapa banyak uang yang mereka dapat bila menghemat dengan membeli sedikit camilan. Saran Whelan tampaknya revolusioner untuk mahasiswa, namun Whelan yakin dia telah mengajarkan pengendalian diri, kejujuran, hemat, dan ketekunan. Inilah hal yang membuat mahasiwa dewasa untuk melanjutkan hidup.
sumber e-campusradio.com
Artikel 
0 komentar:
Posting Komentar